Cerpen remaja : Jurnal kak Rama Bagian Akhir

Share :
Cerpen remaja : Jurnal kak Rama Bagian Akhir  Kali ini akahir dari cerbung ini silakan dibaca ya Jurnal Kak Rama nya, Moga Sobat Aneka Suka dengan cerpen yang diberikan

Cerpen remaja : Jurnal kak Rama Bagian Akhir
Tetangga disitu keluar, beberapa dari mereka tak berani mendekat. Hanya seorang nenek-nenek yang mendekat dan mengambil putri kakak pergi. Kami mencoba saling menenangkan diri. Yaya membantu kak Rama berdiri dan Gheta menenangkanku. Kami saling menatap dengan tatapan yang asing. Aku memintanya menceritakan semuanya. Semua hal yang terjadi hingga aku bisa mengerti.

ayah dan ibumu. Adalah pasangan yang tidak mendapatkan anak setelah sepuluh tahun perkawinan... kak Rama memulai ceritanya. Aku mempersiapkan diri, dengan apapun yang akan kudengar.

suatu hari mereka datang ke panti asuhanku. Awalnya Mereka tak berniat mengadopsi salah satu dari kami. Mereka hanya ingin menghilangkan kesepian dirumah. hampir setiap hari mereka datang hanya untuk membelikan kue dan mainan untuk kami...
Tapi……. Entah mengapa, ayah dan ibu sangat perhatian padaku dan mengadopsi aku. Setelah di adopsi, setiap hari dirumah baruku, yang kurasakan hanya bahagia dan kemewahan. Kak Rama menatapku serius.

lalu saat baru masuk SMP. Kau lahir. Aku dulu benci sekali dengan kehadiranmu. Aku ingin melarikan diri dari rumah. Aku berencana akan membencimu seumur hidupku. Tapi........Tangismu sewaktu pertama kali bertemu, meluluhkan aku. Lalu hanya di gendonganku kau tak menangis, benci itu hilang. Za, Senyummu sewaktu bayi merubahku menjadi orang yang paling bahagia. Tangan mungilmu menyelamatkan gelap hatiku. Aku sayang padamu hingga lupa bahwa aku ini orang asing yang diadopsi. Aku tak melupakan suaramu pertama yang memanggilku tata’... keberadaanku sebagai anak yatim, kesendirian selama ini menjadi lenyap karenamu. Kak Rama tersenyum. Aku merasakan bahagianya.

lalu? kataku menyela, apa yang membuatmu begini? lanjutku.

za, hidup kadang-kadang dipenuhi misteri. Aku bertemu dengan Vi.. kalimat kakak ku potong.

Sellinda Desvita. Wanita yang kau bawa lari... potongku sinis.

ya, dia Vita. Dia memberi bahagia yang berbeda. Tapi kami terlalu ceroboh dan belum dewasa. Belum selesai kuliah, kami terpaksa menikah. Dan orang tuanya murka sekali. Mereka hanya bisa menerima Vita sebagai anak jika kehamilannya digugurkan. Aku dan vita tidak menerima keadaan itu. Banyak pasangan di seluruh dunia menginginkan buah hati, lagipula kami tak ingin membunuh darah daging kami sendiri. Saat aku pulang kerumah, meminta pertolongan ayah. Merekapun marah. Marah sekali. Ayah bahkan tak mau melihatku. Seperti yang kau tau Za, beliau adalah tokoh masyarakat, hal seperti ini hanya akan meencoreng nama mereka. Aku yang hanya anak angkat ini akan memberinya malu. Akupun sadar. Aku hanya orang asing yang hanya bisa menyusahkan mereka. Kakak menutup wajahnya. Aku bergetar, sedihku merayap kembali. Lelaki didepanku ini telah menderita lebih dari aku.

menga.. mengapa kau tak kembali kak?.. setidaknya memberi kabar kepada ibu? tanyaku pelan.

itu.. karena... aku tak bisa kembali. Diapun kembali bersedih.

kenapa?, bukankah kak Vita masih mengirim surat kepada ibunya?. Mengapa kau tak bisa?. Dan sekarang mana kak Vita?, aku ingin bertemu. Tanyaku rewel.

itu surat dariku, za. Surat untuk keluarga Vita, adalah surat dariku. Aku berjanji padanya untuk berbaikan pada keluarganya. dan  sekarang kau sudah disini, satu lagi janjiku padanya terpenuhi. Dia terlihat terguncang, tapi memaksakan senyum.

kemana dia kak?, apa dia pergi meninggalkanmu? tanyaku.

Kak Rama tak lansung menjawab. Dia diam sejenak, menundukkan kepalanya. Sepertinya sedang mengumpulkan kekuatannya untuk mengatakan alasan lain mengapa dia tak pernah pulang.

“za, kau harus tahu. ini mungkin satu-satunya alasanku, mengapa tak kembali. Vita memang pergi, dia meninggal saat melahirkan Diza putriku. Dia meninggal Sebelas tahun yang lalu. Jika aku kembali, aku tak mampu menjelaskan pada ayah dan ibu. Beberapa bulan setelah kami pergi dari rumah ayah.  Vita melahirkan hampir dipinggir jalan. Karena hidup kami masih terkatung-katung seperti gelandangan. Aku tak mampu menatap ayah dan ibu. Aku takut membenci mereka. Mereka terasa membuang kami, meski ayah sama sekali tak pernah mengusir kami. Aku takut za, aku takut membenci mereka. karena menyalahkan mereka atas kematian VIta” Matanya berkaca-kaca.

Aku rasanya tak mampu berdiri, aku terguncang hebat. Benci pada kak Rama hilang entah kemana. Aku memegang dadaku yang serasa remuk. Rasanya lebih baik aku tak tahu. Kesedihan seperti ini sangat tak aku sukai. Karena, kesedihan seperti ini tak bisa kubendung. Aku menangis, aku terluka, sangat pedih. Kakakku adalah orang yang penuh kasih sayang, mengapa aku jahat kepadanya tadi. Aku selalu merasa nasibku hancur karena kakak. Tapi penderitaan kakak masih lebih, aku tak tahu seperti apa perihnya derita itu.

Kakak memelukku yang kali ini menangis lebih darinya tadi. Dia mengusap punggungku. Dia menenangkan aku. Peluknya yang hangat semakin membuat aku lemah. Ini adalah kakak yang aku sayangi, mati-matian aku mencarinya, saat di depanku mengapa aku membencinya. Tapi kini dalam peluknya aku menangis seperi dulu. Seperti anak-anak yang terluka, anak-anak yang mainannya hancur.

ma, m, maafkan aku kak. Maafkan aku kak. Kakak pukullah aku. Bencilah aku. Tapi maafkan aku kak aku terisak.

tidak, maafkan kakak, za. Menangislah hingga kau lega. Kakak tak akan pernah menyakitimu. Dan ternyata kau telah menderita karena kakak, maafkan kakak, za dia mencoba menenangkan aku, tapi dia sendiri tak mampu menghentikan tangisnya. Gheta dan Yaya juga haru dalam sore itu.

Senja semakin remang dan munuju gelap. Malam datang bagai musuh yang menyelimuti terang dan hangat siang. Namun bagi kami, cahaya yang kami rasakan sekarang sangat terang. Pencarianku terhadap kakak telah berakhir. Jurnal yang tergeletak ditanah ini menjadi saksi betapa hidup penuh dengan jawaban yang menunggu untuk ditemukan. Aku tak akan membuat asumsi sebelum tahu kenyataannya. aku berkata kepada kakak. Kata-kata yang menurutku tak pernah aku ucapkan sebelumnya. Dan kata-kata yang akan membuat kami kembali menjadi saudara.

“kita memang tak dialiri darah yang sama, tapi kita dialiri cinta dan kasih sayang oleh orang tua yang sama. Dan kurasa, itu sudah cukup.... untuk membuat kita menjadi saudara. Ajak diza putrimu. Pulanglah denganku kak.”   Aku menatapnya lembut. Dia mengangguk setuju. Petang ini adalah petang yang paling terang dalam hidupku.



FIN...Yess!


-olx-

Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    0 Comments