Cerpen Sedih - Sleep Well My Little Sister

Share :
Cerpen Sedih - Sleep Well My Little Sister merupakan kirimn dari Gesti Haeriah merupakan ada campuran dari Cerpen Cinta yang sangat mengharukan sekali kalau gak percaya siakan baca saja dari Cerpen Sedih yang satu ini

“Sleep Well My Little Sister”

Azifa Naifa Khaira adalah nama untuk seorang gadis kecil. Mungkin lebih tepatnya seorang anak atau bocah, yang jelas ia masih sangat belia. Seorang anak yang pada usianya masih harus berlari dan terjatuh, menangis dan tertawa, merengek manja kemudian merasa senang hanya karena sebatang permen. Ya, Azifa melakukannya. setiap matahari terbit dari ufuk timur hingga tenggelam dalam gulita malam, Azifah melakukannya setiap pagi. Mengejutkan seisi rumah dengan kabar gembira bahwa ia telah bermimpi indah atau menangis kecewa karena mengalami mimpi buruk. Hanya karena Azifa yang selalu riang itu, begitu banyak yang menyayangi. Hanya karena ia masih sangat muda maka ia harus seperti itu.


Azifa… gadis kecil bermata biru.

Siapa sangka bahwa gambaran indah tadi hanyalah memori semu dari seorang yang tengah memerhatikannya dalam diam. Siapa sangka semua fakta kebalikan tadi hanyalah kenangan tak pernah terjadi yang terbangkit dari orang itu. Memerhatikan gadis kecil yang dengan begitu pilunya meronta pada jenazah mengenaskan, membuat Abisali -kakaknya- tak bisa berpikir hal yang lebih baik selain membangun puing-puing impian.

Beberapa sibuk menenangkan, sebagian ikut merasa iba. Tapi bukan hanya Azifa saat itu, bukan pula hanya Abisali yang hidupnya hancur sebagian. namun ada banyak korban lain yang jatuh karena pembantaian keji dari tentara musuh Zionis. Ada banyak anak lain yang terkulai lemah dan menangis, ada banyak darah, ada banyak air mata dan kegaduhan yang terjadi disini. Semua terwarnai kekecewaan, kemarahan dan kesedihan mendalam. Dan bukan hanya terjadi sekarang atau kemarin, tapi berpuluh tahun sebelum hari ini semuanya terasa selalu berkabung.

Ketika manusia menemui ajalnya, sesungguhnya saat itulah ia terbangun dari tidurnya  --Ali bin abi thalib--

“Abisali”
“Ya,,” Jawab remaja yang dipanggil Abisali itu, sedikit terkejut. Lamunannya pun buyar seketika itu juga.
“Bawalah adikmu pulang, tenangkan ia seperti biasa. Kau yang terbaik setelah semua” ujar wanita paruh baya sembari mengalihkan Azifa yang tengah tertidur di pangkuannya, mungkin lelah karena seharian menangis.
Abisali menatap nyalang adiknya. Airmata menetes di kedua pipinya menyentuh mulutnya dan terasa asin disana, tapi ia tidak mau menangis. Maka dihapus jejak air matanya itu dan dengan segera menarik nafas panjang. Abisali khawatir, jika Azifa tahu ia menangis, itu mungkin akan memperburuk suasana. Biar hanya Abisali yang menanggung perih karena menahan air mata. Biar sesakit apa pun itu.
Sebenarnya sudah tiga bulan yang lalu. Orang tua mereka menjadi tawanan untuk alasan yang dibuat-buat, bersama banyak orang lain di daerahnya. Dan baru tadi pagi mereka semua diketahui syahid. Abisali tentu bahagia kedua orang tuanya syahid, namun kenyataan bahwa dirinya sendirian membuatnya sangat terpukul. Terlebih Azifa yang jelas belum pantas untuk mengalami hal seperti ini.
Walaupun kehilangan dan ditinggalkan terasa wajar sekarang, Abisali tetap tidak rela membiarkan adiknya menanggung beban terlalu berat. Meski dirinya pun bukan orang dewasa, meski masih remaja dan mungkin masih termasuk golongan anak-anak. Namun kondisi kini membuat remaja berpendirian teguh itu berpikir melebihi kapasitasnya, merasakan lebih dari yang seharusnya dan menjadi seorang bijaksana lebih daripada usianya.
“Kakak,,” gumam Azifa yang terbangun dari tidurnya.
“Tidurlah, kita dalam perjalanan pulang” ujar Abisali menenangkan.
“Kakak, mengapa Ummi dan Abi dibunuh?”
Abisali hanya bisa terdiam mendengar lontaran pertanyaan polos dari adiknya, Abisali yang biasanya punya segudang cara untuk menghibur kini hanya termenung lirih, matanya memandangi langit yang masih biru kala itu, begitu indah. Bahkan di tempat yang kacau balau seperti ini langit masih saja indah. Meski bom dan rudal-rudal peluru yang mengancam tiap menit berdatangan. Meski bau mesiu dan anyir darah merebak. Langit masih tetap biru. Sungguh, Allah Maha Besar.
***
Barang siapa yang memenuhi janji tidak akan dikecam
Barang siapa teguh dalam pendirian tidak akan goyah
Barang siapa takut kematian maka kematian akan menguasainya
Walaupun dia lari dengan menggunakan tangga menuju tujuh langit
-Umar bin khattab-
Sungguh, kata-kata yang begitu berat untuk seorang gadis yang baru genap enam tahun, untuk seorang gadis yang pipinya masih merah merekah, yang mulutnya masih penasaran untuk mencoba gula-gula manis dan susu coklat, gadis yang kakinya masih lincah untuk melompat kesana kemari.
Kini gadis itu selalu membisu tatkala Abisali menyampaikan kata-kata kesukaannya setiap malam dengan perangai lembut. Tatkala setiap jemari Abisali mengusap rambut gadis kecil agar tenang dan tenggelam dalam mimpi indah. Bermimpilah yang indah karena mungkin itu adalah hal terbaik yang bisa dilakukan untuk merasakan kebahagiaan terlihat. Meski fana, meski sementara, meski bahkan tak masuk akal. Tapi seorang gadis kecil tak perlu tahu dan memikirkan hal semacam itu. Gadis kecil tak perlu mencemaskan apa-apa, tak perlu memikirkan apa-apa.
“Tolong, jangan mencemaskan apapun” bisik Abisali dengan suara hampir tertelan.
“Aku tidak bisa tidur lagi” rengek Azifa dipangkuannya.
“Kenapa?”
“Karena seringkali ketika terpejam dan tidur, serangan tiba-tiba muncul dan kita harus berlari untuk sembunyi. Kakak aku takut”
“Tak perlu takut, kita sudah biasa menghadapinya bukan, di tempat ini akan begitu penuh ancaman. Tapi jangan pernah khawatir tentang itu, hanya tidur dengan baik”
Azifa tidak lantas mengiyakan, beberapa menit kemudian tatkala jemari Abisali mengelus lagi puncak kepala anak itu dengan penuh kasih sayang, membuatnya mengantuk dan melupakan perasaannya yang lalu “Baiklah” tuturnya.
Azifa terlelap, tentu setelah Abisali menuntunnya untuk membaca doa pengantar tidur. Kapanpun itu, kapanpun serangan tiba dan merenggut nyawanya. Sungguh Abisali sudah muak dengan semua. Sungguh, Abisali tidak akan takut lagi.
Barang siapa takut kematian maka kematian akan menguasainya
Walaupun dia lari dengan menggunakan tangga menuju tujuh langit
***
Sleep well Azifa…
Sleep well my little sister…
Meski disini masih kacau, meski disini masih menyeramkan, kau harus tetap memiliki mimpi indah, dan jika kita bisa melewati malam panjang ini dengan selamat dan jika mentari pagi masih dapat kita rasakan. Bangunlah dengan wajah berseri dan ceritakan padaku petualangan menarik yang kau alami. 
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
Inilah negaraku, inilah potret kehidupan yang harus aku hadapi bersama Azifa dan banyak orang lainnya di setiap menit bahkan detik. Ada banyak ketakutan disini, ada lebih banyak lagi kesakitan. Namun kami yakin akan janji Allah perihal kemenangan umat muslim yang pasti akan terwujud.

Harapan tak lantas terkubur disini, kami masing-masing memiliki impian tentang masa depan dan gambaran negara yang kami pilih. Meski harapan itu masih jauh dan buram, meski rangkanya pun masih bias. Tapi kami takkan pernah menyerah begitu saja.

Kami memang tidak pernah menginginkan untuk hidup seperti ini, namun kami bangga telah menjadi hamba Allah yang memperjuangkan agamanya. Percayalah, sehancur apapun kami kelihatannya tapi semangat tengah membara dan akan terus membara apa pun yang terjadi, sampai kapanpun.

-The End-

Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    0 Comments