Cerita Bersambung - Ajari Aku Mencintai Nya Bagian 2
Cerita Bersambung - Ajari Aku Mencintai Nya Bagian 2 - Kalau sebelumnya mungkin udaha baca Cerbung Ajari Aku Mencintai-Nya bagian 1 kali ini Blog Remaja ini akan memberikan sambungan dari cerita sebelumnya mari kita baca aja dech Cerita Bersambung ala Cerpen Cinta ini moga kalian suka dan selalu menunggu sambungannya
Aku berdehem “aku ingin menjadi wanita mushlimah seutuhnya. Bisa kau membantuku?”
Furqan menampakkan ekspresi heran sesaat dan akhirnya dia tersenyum. Sudah kubilang dia itu tampan. “dengan senang hati akan aku bantu”
Aku masih saja terbayang dengan percakapan pertamaku dengan Furqan kemarin. Entah mengapa saat kukatakan aku ingin menjadi wanita muslim seutuhnya, di luar dugaanku, ia malah akan membantuku. Memang aku yakin dia akan membantuku, tapi bisa saja dengan image-ku selama ini, dia malah akan menertawaiku.
Dia berbeda dengan yang lain. Aku yakin itu dan memang, ia berbeda dengan yang lain. Dia anak SMA jurusan IPS yang sangat religius. Kemarin, aku datang menemuinya di kelas untuk mengembalikan buku ibunya, aku sadar, semua orang pasti memerhatikan kami dan pasti berita itu akan tersebar sampai seantereo sekolah.
Tapi, setidaknya kumohon, jangan sampai Ryan yang mengetahui itu.
Oke, sekedar info saja, sekarang status ku sedang tidak berada dalam status jomblo. Yang parahnya lagi, pacarku saat ini over protectif padaku. Bertemu dengan orang lain saja aku harus melapor padanya. Kuharap Ryan tidak tahu ini, walaupun ini nyaris mustahil.
“untuk menjadi seorang muslimah yang kau inginkan..” seperti biasa Furqan sedang berada di perpustakaan membaca buku-buku agama lainnya. Tapi, kali ini dengan kehadiranku di sini, jadilah kegiatan Furqan berubah. Ia bagaikan guru kepribadian bagiku.
Furqan memberitahuku semua yang ia ketahui tentang menjadi seorang muslimah yang baik. Mulai cara berbusana sampai cara bersikap semua ia ajarkan padaku. Termasuk hukum berpacaran dalam Islam yang tidak pernah kuketahui dari dulu.
Sadar atau tidak, aku mulai mengucapkan assalamualaikum dalam menjawab teleponku. Setiap aku bertemu dengan teman-temanku, aku tersenyum dan mengucapkan salam. Aku juga tidak lagi menggunakan pakaian yang terlalu ketat, dan aku juga tidak lagi mengumbar senyum sana sini bahkan aku menjadi salah satu anggota remaja mushollah di sekolahku.
Dengan perubahan ini, aku mulai merasa tenang, damai, dan akh! Susah dijelaskan, intinya semua ini memberiku banyak perubahan yang sangat sangat bermanfaat bagiku.
Sekarang mengenai Furqan. Sekarang ia sudah mulai bersahabat denganku. Entah itu cuman khayalanku semata atau memang dia sepertinya memerlakukanku berbeda dengan yang lainnya. Apakah ini hanya perasaan ku atau bukan aku juga tidak tahu pasti.
Saat pulang sekolah, tiba-tiba saja hujan langsung turun dengan lebatnya. Spontan aku langsung menuju halte bus terdekat dan berteduh di sana. Siapa sangka di sana sudah berdiri Furqan yang juga sedang menunggu hujan berhenti. Aku tahu itu Furqan dan aku mengucapkan salam seperti biasa. Dia juga menjawabnya dengan biasa.
Mungkin Furqan risih dengan keberadaanku dalam jarak kurang dari 5 meter darinya, Furqan sedikit ke samping untuk memperluas jarak kami. Walaupun itu berarti sebagian tubuhnya harus terkena hujan. Kemudian aku dan Furqan hanya sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Uswahtun Hasanah” Furqan membuatku kaget dengan gumamannya. Sudah hampir dua tahun aku tidak pernah mendengar kata itu. “aku sangat suka nama itu” Furqan berbalik ke arahku dan berkata“bagaimana menurutmu Uswahtun Hasanah?”
Aku kaget luar biasa kaget, bagaimana mungkin ia tahu nama asliku. Nama yang bahkan guru sekalipun sudah lupakan, nama yang sudah tergantikan dengan nama pemberian teman-teman SMP ku, nama yang bahkan hampir kulupakan. Bagaimana mungkin, Furqan, bisa mengetahui itu?
“setelah kau melupakanku, apakah kau bahkan melupakan nama aslimu, Uswah?” aku masih tidak berkata-kata mendengar kalimat yang ditanyakan Furqan.
“kau lebih cocok menggunakan nama itu, karena nama itu istimewa.” Furqan melepas kacamatanya, “apa benar kau melupakan aku, Uswah?”
Semua terasa seperti mimpi. Aku tidak sadar dan mungkin tidak pernah sadar dengan siapa sebenarnya Furqan itu. Aku tidak pernah menyangka Furqan yang ini adalah Furqan yang itu. “kadangkala masa lalumu justru datang disaat masa lalu itu sudah terlupakan” dan kata-kata nenek dulu benar. Hhhh!
Aku hanya mendesah mendapat kenyataan ini. Hanya mendesah berat dan tidak berbuat apa-apa karena aku memang tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau ia Furqan yang itu, bagaimana dengan ‘perubahanku-menjadi-muslimah-yang-kuinginkan?’ apakah lagi-lagi harus berhenti di tengah jalan?
Keesokan paginya begitu aku melewati gerbang sekolah, mataku langsung menangkap sosok Furqan dengan sepeda tuanya. Astaga! Aku tidak bisa berkata apa-apa. Ingin rasanya aku menghilang tapi, saat aku baru saja ingin berbalik, ia malah melihatku.
Apa yang harus kulakukan? Dia tersenyum padaku. He-eh? Tersenyum? Aku berbalik ke belakang memastikan siapa sebenarnya yang sedang ia senyumi. Dan aku mendapati tidak ada orang disana.
Semuanya harus kuhadapi. Aku berjalan ke Furqan dan aku tersenyum padanya “Assalamualaikum…”
**Bersambung***
Daftar Isi [Tutup]
0 Comments
Post a Comment