Cerpen Cinta Remaja Sedih : Saat cinta berkata Bagian 2

Share :
Cerpen Cinta
Cerpen Cinta Remaja  Sedih : Saat cinta berkata Bagian 2 kayak filem aja pake bagian-bagia,xixixi ini merupakan cerpen sambungan dari Cerpen Cinta Remaja Sedih : Saat cinta berkata
kalau penasaran langsung saja baca cerita ini ya....


Berita adalah hal yang sangat cepat menyebar.  Terutama di kota kecil seperti tempat tinggal Aryan dan Elda. Hanya butuh beberapa menit berita kecelakaan Aryan sampai kepada Elda. Elda saat itu baru saja mengganti seragam sekolahnya, saat telpon rumahnya berdering. Dan berita yang didengar elda membuat dirinya jatuh, dan tak mampu berkata apapun.

“El, ini fikri. aku nggak mau bikin kamu panik. Tapi Aryan baru aja kecelakaan. Sekarang dia dibawa kerumah sakit umum. Aku telah disini bersama orang tuanya. Aryan masih di UGD. Saat ini dia kritis. Mohon doa-nya El”   begitulah kira-kira kalimat yang didengarnya dari balik gagang telpon yang kini menggantung. Elda tak sempat meletakkanya kembali, dia sangat terkejut dan tak mampu menjawab kata-kata Fikri.

Beberapa saat setelah dia diam, Elda keluar rumah dan segera menuju rumah sakit umum itu. Tanpa persiapan, tanpa minta izin orang tuanya, emosinya yang selalu bisa dikendalikan kini bergejolak. Pikirannya kini tertuju pada kondisi Aryan, apa yang akan terjadi  pada Aryan? Tak ada satu jawaban logis yang mampu menenangkannya.

***

Empat hari setelah hari itu. Di dalam ruang perawatan yang hampir serba putih. Aryan terbaring, masa kritisnya telah terlewati, meski dia belum siuman. Banyak bagian tubuhnya yang tebalut perban. Tangan kanannya diamputasi karena tulangnya telah remuk. Dokter mengatakan kemungkinan Aryan akan lumpuh karena tulang belakangnya mengalami cedera berat. Meski kondisi organ dalamnya baik, tapi shock yang dialaminya membuat kesadaran Aryan belum pulih. Truk itu hanya menabrak sepedanya meski begitu Aryan sempat terseret beberapa meter dan tangan kanannya terlindas ban truk tersebut.

Diluar ruangan itu Elda duduk sendirian. Dia bukan tak bisa masuk kedalam ruangan itu bersama ibu Aryan. Tapi melihat Aryan penuh luka, di infus, dan bercak darah di perbannya membuatnya semakin tak kuat. Terlintas di benaknya, "Mengapa bukan aku yang terbaring disitu". Tapi jika Elda yang terbaring, bukankah Aryan akan kehilangan senyumnya juga?.

Ibu Elda dan orang tua Aryan sudah lelah menasehati elda agar dia tidak perlu lagi mencemaskan Aryan. Tapi kecemasan itu belum hilang sebelum dia mendengar kata-kata dari Aryan. Elda ingin menjadi orang yang mengatakan semua akan baik-baik saja pada Aryan. Dan menjadi orang yang bisa berbuat sesuatu untuk Aryan. Seperti yang selalu Aryan lakukan pada dirinya.

***

Elda membayangkan cerita tentang Aryan. Dua  tahun lalu saat dia baru saja memilih kejurusan di SMA. Dia mengenal Aryan terlebih dulu. Aryan adalah seorang yang ceria, dan salah satu anak yang prestasinya cemerlang. Elda sempat berpikir bahwa seseorang seperti Aryan yang selalu tampil di depan, akan masuk jurusan IPA seperti dirinya. Tapi Aryan lebih memilih jurusan IPS. Belakangan baru elda tahu bahwa Aryan tak ingin berpisah dengan Fikri dan jo anak-anak yang tergabung dalam seni musik.

Meski mereka telah saling mengenalpun elda masih acuh kepada Aryan. Dia tidak begitu menyukai Aryan yang lebih memilih seni musik daripada pendidikan yang menurutnya jauh lebih penting. Aryan terlihat seperti anak nakal karena berteman dengan fikri dan jo -yang memang terkenal anak paling usil- di SMA itu. Elda tahu gelagat Aryan memang tidak seperti temannya yang lain. Ada sesuatu pada Aryan yang membuat elda betah berbicara padanya. Lalu sikap heboh dan lucu Aryan selalu membuat elda tersenyum, berbeda dengan dirinya yan pendiam dan sedikit kaku. Elda memang kurang pandai bergaul.

Pernah suatu hari Aryan jatuh di dalam selokan di belakang sekolah karena elda tiba-tiba muncul karena ingin membuang sampah. Atau Aryan yang sering ketauhan melamun menatap dirinya saat elda sedang membaca buku, reaksi balik Aryan mampu membuat elda tersenyum. Pernah pula elda melihat Aryan berdiri didepan rumahnya tapi karena malu Aryan tak berani mengetuk pintu rumah Elda. Karena kelamaan Aryan kemudian lari terbirit-birit dikejar anjing tetangganya, elda yang mengintip dari jendela kamarnya tertawa lepas.

Meski begitu Aryan kadang kadang membuat elda terpukau, itu adalah saat Aryan dibawah hujan memayungi anak-anak kucing yang dibuang orang. Aryan tak menyadari ada siapapun karena saat itu sepi. Dari kejauhan elda melihat Aryan mengahapus air matanya. Dan yang membuat elda semakin kagum karena besoknya Aryan berkeliling sekolah menanyai apakah ada temannya yang ingin memelihara kucing. Elda tahu orang tua Aryan alergi kucing. Tapi itu elda tak heran karena Aryan sangat peduli pada siapapun, meskipun itu hanya binatang yang terbuang dipinggiran sungai.

Lalu elda sendiri menyadari tanda-tanda Aryan menyukai dirinya. Hanya saja elda ingin Aryan bertindak dewasa dengan menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Elda sengaja menunda jawabannya karena ingin membalas penantian lama yang dilakukan dirinya. Dan saat mereka sudah saling jujur, mengapa ada kejadian ini.?

***

Lamunan elda buyar. Dokter mengatakan kalau Aryan sudah siuman. ayah Aryan yang ada diluar segera berlari dan bergabung bersama Ibu Aryan didalam ruangan itu. Elda tak lansung masuk, dia menghapus air mata bahagianya. Dia mempersiapkan diri sebelum bertemu Aryan. Dia menguatkan hati dan ingin memberi senyum leganya.
Elda masuk perlahan. Dia berdiri sesaat dari kejauhan. Menyadari hadirnya elda, Aryan menahan senyum untuk ibu dan ayahnya. Meski sesaat dia menatap mata elda tapi kemudian dia membuang tatapannya.

“nak, elda beberapa hari ini terus datang kesini. Dia sangat peduli padamu” ibu Aryan memulai pembicaraan. Tapi Aryan diam.
“ada apa nak?..” Tanya ibu Aryan yang menyadari sikap anaknya berubah, karena sebelumnya tadi Aryan mau berbicara.
“Ar, aku disini…” bujuk elda.
“pulanglah. Jangan temui aku lagi.” Jawab Aryan dingin meski pelan. Elda bergetar. Orang tua Aryan bingung.
“Aryan…” elda memanggilnya dengan menahan getarnya.
“aku tak mau lagi bertemu denganmu. Jangan kesini, keluar sana…” Aryan meninggikan suaranya. Elda berlari keluar. Dia menangis. Ibu Aryan mengejarnya.

Aryan merintih karena kepalanya sakit. Aryan ingin memegang dadanya-yang sakit bukan karena luka luar-. tapi tangan kanannya tak ada lagi, sementara tangan kirinya masih sakit untuk digerakkan.
Sementara elda yang sudah lega masih menangis di lengan ibu Aryan. Dia bingung, ada luka juga yang dirasakannya. Elda dan ibu Aryan menyusuri lorong rumah sakit yang tak tahu akan berkahir dimana.

(bersambung...lagi?)
:p

Sumber :Kumpula Cerpen dan Puisi -olx-

Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    1 Comments

    Unknown said…
    wah cerpen yg sangat menarik ^_^ bikin sendiri nih mas?