Cerpen Remaja : DI BALIK RAHASIA NYA

Share :
Cerpen : DI BALIK RAHASIA NYA


Dewi mematut-matut di depan cermin. Baju baru yang semalam di beli, terlihat serasi dengan bentuk badan nya yang tinggi dan langsing. Sesekali ia memutar-mutar tubuh nya, sambil tersenyum ceria. Tak lama kemudian, di memoles wajah nya yang mulus. Heran, tak satupun jerawat singgah di pipi nya. Licin bagai bak pau china. Sambil terus memoles wajah, angan nya telah jauh menerawang, menembus tembok-tembok kebahagiaan. Ia serasa tengah berlari bersama anak-anak yatim itu sambil tertawa dan bercanda. Satu hal yang paling ia sukai, yaitu mencubit pipi dengan gemas ataupun memeluk tubuh mungil mereka.

Hampir setiap dua minggu sekali, ia akan bergantian berkeliling ke panti-panti asuhan, dan membawa buah tangan buat mereka. Itulah cara Dewi dan suami, berbagi kebahagiaan, atas nikmat yang telah Allah karuniakan.

Tit…tit,…tit……

Getaran hebat Hp milik suami di meja rias, membuat dada nya berdebar kencang, dan kaget seketika. Segera dia dekap dada nya dengan telapak tangan, lalu menghela nafas, sambil menggeleng kan kepala. Ingin rasa ia mencaci Hp itu , yang telah membuat nya dag dig dug dengan getaran nya, yang bagai gempa di atas meja rias . Namun salah apakah dia , bukan kah Hp itu juga yang telah berjasa mengantar serta menerima pesanan dari siapa pun pada suami nya.

Selesai berdandan, terbersit keinginan tuk membuka SMS yang terkirim ke Hp milik suami. Namun perasan hati nya juga yang menentang. Kembali ia urungkan .Ada perasan takut atau merasa tak sopan, walau ia nya milik suami sendiri.

Rian keluar dari kamar mandi, lalu menunaikan shalat dhuhur di kamar sebelah. Sambil menanti suami shalat, ia menyiapkan segala keperluan untuk di perjalanan. Air mineral, cemilan, dan tissue. Barang-barang lain nya sudah di siapkan sejak semalam, dan tinggal memasuk kan ke mobil.

Dewi kembali ke kamar, ada perasaan yang kembali menggelitik hati nya. Yaitu keinginan tuk membuka isi SMS milik Hp suaminya. “Toh kami suami istri, lagi pula ini kan hanya sekedar sms,” ujar Dewi. Tanpa berpikir panjang , dia segera menekan tombol bertuliskan read di Hp suaminya. Tak lama kemudian keluar tulisan, dari nomor yang berawal kan tanda ples, artinya bukan nomor local, tapi dari luar negara

“ Jika Allah menghendaki kita bersatu, kenapa tidak. Oya, apa Mas serius dengan kata-kata mas kemarin di email?. Klo mas, ingin kan anak dari Riska.” Begitu lah isi sms nya.

Dewi bengong setelah membaca isi SMS itu, ia menatap layar Hp yang menyala terang. Fikiran nya masih menerawang tak terarah, tatapan nya kosong, bibir nya melongo, diam, dan sedikit pun tak bergerak. Begitu juga dengan Hp di tangan nya, juga diam, dingin, dan seolah tak tahu menahu, serta tak merasa bersalah sedikit pun karena telah menghantar kan pesan yang membuat pembacanya bagai tak bernyawa seketika.

“ Apa sms salah kirim?, atau, ……” .pikir nya

Dia mencoba menebak pertanyaan nya sendiri tentang sms tadi, namun kembali ia tak mampu mendapat kan jawaban nya. Tersadar akan suara langkah suami, buru-buru Dewi meletak kan Hp di meja rias. Seketika tubuh nya terasa lemah, keringat mengujur dari pelipis dan lehernya. Dadanya berdegup kencang saat ia nya bersimpangan dengan suaminya di pintu kamar.

“Sudah siap Mam” Tanya Rian , sambil membetulkan letak kerah baju nya di depan cermin. Tiada jawaban, ia langsung menyambar Hp , dan memasukan nya ke dalam saku celana. Dewi pura-pura sibuk dengan barang oleh-oleh buat anak-anak yatim piatu di ruang tamu. Ia terlihat mondar-mandir mengecek ini dan itu. Namun sebenar nya fikiran nya lah yang tengah galau, mencari jawaban atas pertanyaan tentang SMS itu.

“ Kok, kayak nya sibuk sekali sih Mam, sampai-sampai gak dengar di panggil sama suami” ucap Rian, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Dewi masih pura-pura tersenyum, sambil mengangguk sibuk.

Mobil sedan BMW berwarna hitam, melaju dengan lenggang nya. Setengah jam sudah perjalanan, namun tak sepatah katapun terkeluar dari bibir Dewi. Matanya sibuk memperhatikan kendaraan yang lalu lalang di seberang, dan fikiran nya masih juga risau dengan SMS tadi. Sedikit pun tiada keceriaan terpancar dari wajah manisnya.

“ Lho ada apa Mam, kok jadi diam begini, apa Mami lagi sakit?” Tanya Rian cemas.

“ Iya! Aku lagi sakit hati” Jawab Dewi, yang hanya tercekat di tenggorokan dan tak mampu ia ungkapkan. Dewi tak menjawab, ia diam, pura-pura tak mendengar pertanyaan suaminya. Rian tampak risau. Sengaja ia memarkir mobil nya di pinggiran jalan.

Setelah mobil terparkir, Rian langsung memeriksa kening istri nya, cemas kalau-kalau sakit. Namun tak ada tanda-tanda panas atau dingin. Normal. Rian mencium dahi istri nya, sambil menggenggam telapak tangan nya.

“Ada apa sih Mam. Cerita donk, kalau begini nanti bagaimana kita mau kesana, sedang Mami saja cemberut . Please cerita donk.” Rayu Rian. Dewi diam, menunduk. Sengaja ia pejamkan mata, agar air matanya tak berderai. Namun sayang, ia tak sanggup lagi menanggung resah, bibir yang di gigit nya terasa sakit dan berdarah. Rian bertambah cemas, di angkat nya dagu sang istri, sambil perlahan menanyakan permasalahan nya.

“ Kita lanjutkan perjalanan mas, nanti sepulang dari yayasan saja ceritanya” jawab Dewi parau. Ia menelan ludah. Tenggorokan nya terasa amat sakit, dan dada nya amat sesak. Rian merasa heran dengan sifat tak biasa istri nya, yang selalu ceria dan mudah tersenyum.

Hari telah malam ketika mereka berdua pulang dari yayasan. Dewi terlihat ceria saat bersama anak-anak di panti tadi. Tak ada sedikit pun kesedihan yang tampak dari raut wajah nya, seperti sewaktu di mobil tadi siang. Itu yang Rian rasa

Setelah Dewi turun dari mobil, dia lalu berlari ke kamar mandi. Dia tak peduli pada suami nya, yang masih kelelahan dan terduduk di sofa . Di guyur nya seluruh tubuh dengan air hangat, yang mengalir dari shower, sambil dia menangis sepuasnya, melepas sedih

Rian yang sedari tadi merasa aneh dengan sikap istri nya, lalu beranjak ke kamar, dan mendapati istri nya tengah mandi. Lama di tunggu, namun Dewi tak juga keluar. Rian bertambah panik. Dia mondar mandir menunggu sang istri, namun tak juga keluar, bahkan setelah di ketuk pun dewi tak menyahut panggilan nya. Tanpa pikir panjang, diambil nya kunci serep kamar mandi, lalu ia mendobrak pintu hingga terbuka. Dan alangkah terkejut nya, saat ia mendapati Dewi telah terkulai lemas, dalam keadaan pakain basah kuyup.

Perlahan Dewi membuka mata, ia mendapati langit-langit berwarna putih, dan bau obat yang menyengat hidung. Matanya melirik ke sebelah ranjang, tampak Rian tengah terkantuk-kantuk di kursi. Rian tersadar, dan matanya beradu dengan mata sang istri. Buru- buru ia mendekati Dewi Lalu, di peluk nya tubuh sang istri. Ada perasaan lega, karena kecemasan nya akhirnya berakhir.

“ Syukurlah, kamu sudah siuman Sayang” ucap Rian

“Dewi ada di mana Mas?” Tanya nya, lirih.

“Mami ada di rumah sakit” jawab Rian, tersenyum, sambil membelai sang istri. Tampak keresahan di mata Rian, saat Dewi mengalihkan pandangan nya.

“ Mas,saya mau istirahat dulu yah” ucap Dewi. Rian pun meng iyakan, lalu menyelimuti tubuh sang istri.

Perlahan, air mata Dewi meleleh di bantal, ia tak kuasa menahan rasa sedih dalam dadanya. Giginya gemeletuk menahan tangis, agar tak terkeluar suara. Kembali dia teringat isi sms tadi siang. Berbagai pertanyaan berkecambuk, sehingga perasaan bersalah dan tak menentu, seolah memojok kan diri nya.

Delapan tahun sudah pernikahan Dewi dan Rian, namun mereka belum juga di karuniakan momongan. Dokter hanya mengatakan agar mereka bersabar. Antara Rian dan Dewi tak ada masalah , tubuh serta kandungan Dewi normal, begitu juga dengan Rian. Dewi resah. Sebagai seorang istri , sudah sewajar nya dia ingin mewujudkan impian suaminya. Yaitu menghadiah kan sesuatu yang akan menceriakan kehidupan mereka, seperti pasangan lain nya. Namun sayang, sampai detik ini, dia belum merasa kan tanda-tanda itu. Ada rasa bersalah, namun di mana kesalahan nya? Bukan kah dokter juga telah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Sehat. Apakah Rian yang mandul? Namun …….

Dewi segera menepis prasangka itu. Dia takut pada fikiran nya sendiri. Dia sadar, bahwa Yang Di Atas lah yang mengatur segalanya. Lalu, siapa yang sms di hp milik suaminya?. Apakah Rian ada wanita lain selain aku?. Apa hanya sms salah kirim? Ya Allah….. apa yang harus aku lakukan?. Dewi lelah berfikir,dan akhir nya tertidur. Ia tak mampu menjawab semua pertanyaan yang tengah berkecambuk dalam dada nya.

Seorang pencuri membobol rumah Dewi, ia mengacak-ngacak semua isi lemari. Saat Dewi masuk kamar dan melihat pencuri itu, ia menjerit-njerit meminta tolong, namun tiada seorang pun mendengar. Pencuri itu kabur. Ia membawa kotak perhisan dan baju kesayangan nya.

Dewi terus menjerit mengharap ada seseorang yang mendengar hingga….

Agh, agh, agh……., suara Dewi tercekat di tenggorokan

“Mam…., Mami! Bangun Mam.” Panggil rian. Sambil mengelus-elus rambut sang istri.

Dewi tersengal-sengal kelelahan, seolah ia baru berlari-lari mengejar pencuri di rumah nya. Dia beristighfar. Menatap nanar wajah sang suami. Keringat mengucur dari pelipis, walau kendati ruangan ber AC, namun Dewi merasa suasana nya panas. Rian heran dengan tatapan Dewi, Heran dengan sikap serta hal yang tak biasa ini.

“Mami baru saja bermimpi yah?” Tanya Rian lembut. Dewi masih diam, dia mengingat-ingat mimpi nya . Orang tua bilang, jika mimpi itu tentang baju, bertanda suami. Kembali Dewi menatap lekat wajah suaminya. Ada perasaan hampa, kecewa, dan sedih. Dewi memiringkan badan nya. Masih enggan tuk bicara, hanya perasaan hati nya yang berkecambuk, namun ia tak sanggup tuk mengungkap nya pada suami.

Pagi menyapa. Sinar mentari meyelinap, melalui tirai gorden jendela. Hari ini, dia di bolehkan pulang. Dokter hanya mengatakan, kalau ia kecapaian.

Sesampai di rumah, Dewi merasa sunyi, walau Rian selalu berada di sisi, namun ia merasa bahwa suami nya kini telah berubah.

“Sayang, ada apa sih, kok akhir-akhir ini jadi lain?” Tanya Rian lembut. Dipeluknya tubuh sang istri dari belakang. Di depan cermin kamar, Rian berucap,

“ Kangen rasa nya menatap senyum Mami, tuh cermin pun ikut sedih” Di tunjuk nya cermin, sambil ia terus mendekap tubuh pujaan nya. Dewi mengalih kan pandangan, ia tak mau menatap wajah nya yang tampak kusam. Ia menghela nafas, lalu duduk di tepi ranjang.

“ Mas, ada sesuatu yang ingin Dewi tanyakan. Dewi harap mas jujur menjawab nya” ucap nya lirih. Rian tersenyum, lalu, duduk di sebelah istrinya.

“Ada apa sih Mam?

“ Apa Mas ada wanita lain selain saya” Rian tercengang. Kedua alis menyatu, heran kaget, takut dan bingung mau jawab apa pertanyaan istrinya.

“ Kenapa Mami Tanya hal seperti itu? “ Rian berbalik Tanya.

“ Dewi hanya inginkan jawaban Mas, itu saja!” jawab Dewi , dengan nada agak tinggi. Di rengkuh nya tubuh Dewi, namun Dewi menepis kedua tangan suaminya.

“Gak ada Mam, hanya Mami seorang, dan Papa yakin Mami tahu akan hal itu” jawab Rian, lemah.

“Mas bohong!. Lalu siapa yang SMS di hp mas kemarin.” Potong Dewi. Rian terperanjat, ia seolah baru tersadar dari mimpi seram yang mengejarnya. Dengan cepat ia keluarkan hp di saku celana, lalu mencari SMS yang di maksud istrinya. Alangkah terperanjat nya, saat ia membaca isi SMS tersebut. Dan sebelum ia sempat menutup hp, Dewi telah pun pergi ke kamar sebelah dan menguncinya dari dalam.

Rian terkulai lemas di ranjang, setelah ia mengetahui, bahwa Riska, teman dunia maya hari-hari nya di kantor, mengirimi SMS yang membuat istri nya terluka hati. Ia bingung harus berkata apa pada istrinya. Terungkap juga kisah kasih nya dengan Riska oleh Dewi, wanita yang telah delapan tahun hidup bersamanya.

Riska adalah seorang wanita yang bekerja di luar Negara. Ia mengenal nya lewat chatingan di computer. Ia cantik , tak kalah cantik nya dengan istrinya. Ia telah bercerita banyak tentang kehidupan nya dengan istrinya, terutama soal perkawinan nya yang telah delapan tahun , yang belum juga di karuniakan momongan. Satu tahun hubungan mereka, akhirnya mereka memutuskan tuk menjalin cinta. Rian benar-benar menyukai Riska, dan ia juga lah yang telah berucap, bahwa ia akan mencari jalan keluar untuk mereka bedua , agar bisa hidup bersama. Sekarang, ia bingung, bagaimana cara ia menyampaikan kejujuran ini pada istri nya. Ia juga sangat mencintai Dewi, wanita yang lemah lembut, dan penyabar.

Rian menghela nafas, lalu bangkit dari ranjang dan berwudlu. Setelah ia shalat ia mengetuk pintu kamar sebelah, dan membicarakan masalah tersebut pada istrinya.

Dua jam kemudian, mereka pun keluar dari kamar. Dewi lega, akhir nya suaminya berkata jujur. Bahkan Dewi merasa bersalah pada Rian karena telahpun berprasangka buruk. Ia merasa bersyukur memiliki suami sepertinya, yang taat pada agama, serta peduli akan nasib sesama. Dewi salut, penjelasan suaminya itu amat mengharukan jiwanya. Tak lama kemudian, mereka berdua beranjak ke kamar kerja. Rian menyalakan computer, dan memperlihat kan foto Riska pada Dewi. Sesaat, Dewi terkagum melihat wajah Riska.”Cantik” gumam Dewi. Namun, jauh dalam relung hatinya, ia menyimpan rasa iba yang amat sangat pada wanita cantik itu.

Satu bulan kemudian, mereka menjemput kepulangan Riska di bandara Sukarno Hatta. Dewi menyalami tangan dan memeluk tubuh Riska. Ada sesuatu yang berdesir dalam hati nya, ketika ia pertama kali menatap Riska. Itu karena Riska benar-benar cantik dalam pandangan nya, dan dalam pandangan Rian.

Sesampai di rumah Rian, Riska memberitahukan semua surat-surat dari dokter, dan juga obat-obat yang harus ia makan selama satu tahun. Dewi dan Rian terperanjat menatap obat yang di bawa oleh Riska. Satu dus , Dewi semakin terharu dan iba.

Seminggu kemudian, setelah semua di sepakati, pernikahan pun di laksanan. Hanya di hadiri oleh sahabat terdekat dan keluarga mereka bertiga. Mereka hanya menikah siri, itu pula atas permintaan Riska, yang katanya tak ingin menambah kesedihan dalam hatinya. Tiada kesedihan terpancar dalam wajah-wajah mereka saat pernikahan berlangsung. Semua tampak bahagia begitu juga Dewi, sebagai istri pertama.

Hanya orang tua Riska yang tampak sedih, karena Riska, anak mereka tak mau hidup bersama kedua orang tua nya, di saat saat hidup nya di rasa tak lama lagi. Namun mereka semua pasrah dan berdoa semoga di berikan yang terbaik buat anak mereka. Saat kedua orang tua Riska berpamitan, mereka mempercayakan anak nya sepenuh hati pada Rian dan Dewi.

Satu bulan berlalu, pernikahan berjalan lancar dan bahagia, begitu juga bulan-bulan berikut nya. Dewi sering menemani Riska ke dokter, dan juga sering bersama-sama dalam segala hal. Walaupun Riska adalah istri kedua, namun ia tak pernah menuntut apapun pada mereka berdua, itu karena Riska telah berjanji dalam hati, akan meng infak kan seluruh hidup nya yang hanya sesaat bagi nya, pada Allah melalui kasih mereka berdua.

Begitu juga dengan Rian, ia pandai membagi waktu untuk bersama-sama istri nya. Walaupun mereka bertiga hidup satu atap, namun kekompakan serta toleransi mereka amat besar. Itulah yang membuat keluarga mereka bahagia. Ia tak menyangka, kalau Dewi benarbenar sayang pada Riska, dan sebalik nya. Mereka terlihat satu hati, akrab dan saling menolong satu sama lain. Apalagi Dewi mengetahui Riska telah berbadan dua, ia benar-benar bahagia.

Kini, usia kandungan Riska telah pun menginjak tujuh bulan. Dewi lebih memperhatikan kesehatan serta kandungan madunya. Mereka telah menyiapkan semua alat alat bayi, termasuk kamar dan ranjang nya.Walau Riska sering merasa lemas dan sakit. Namun uluran serta doa Dewi mampu menguatkan hati nya. Riska amat tabah dengan segala sakit yang ia rasa.

Malam ini. Riska mengaduh sakit di seluruh tubuhnya. Rian dan Dewi resah, panic. Mereka berdua membawa Riska ke rumah sakit, dan Riska terpaksa harus di rawat di sana. Dewi terlihat resah dengan bayi yang tengah di kandung Riska untuk nya. Untuk mereka berdua. Ia shalat dan memohon agar madunya beserta anak yang dalam kandungan nya terselamat kan.Ia menggugguk, memohon pada sang Khalik nya, untuk menyelamat kan anak yang berada dalam kandungan Riska. Ia amat resah, sedih, kosong dalam hidupnya, andai impian yang mereka bina bersama tak kan tercapai.

Riska tergolek lemah, tak berdaya di ranjang rumah sakit. Rian mengelus elus wajah istri keduanya. Ia terlanjur mencintai, dan tak ingin ia nya pergi saat ini. Ia belum siap hati. Tanpa mereka sadari, air mata Rian dan air mata Dewi bersama sama menetes, berderai, diruang yang berbeda. Sama sama berdoa, sama sama memohonkan pada Yang Maha Memegang nyawa, untuk menyelamatkan jiwa orang yang mereka cintai

Riska muntah, mengeluarkan segala isi yang ada di perutnya, yang baru saja di makan . Wajah nya pucat pasi, dan kepalanya seolah berputar-putar. Suster di rumah sakit sibuk memeriksa keadaan serta kandungan nya. Ia tak mampu membuka mata, terasa amat lemah. Hanya air mata, ia sadar, mungkin sudah saat nya ia harus pergi dari sisi mereka semua.

Dewi semakin panic. Ia menangis sedih dan semakin memperbanyak doanya. Ia tak tega menatap Riska yang berjuang demi anak serta nyawanya.

Waktu yang dinanti tiba, Riska bergelut dengan nyawa. Antara rasa sakit karena akan melahirkan, dan rasa sakit karena kangker yang menggerogoti kepalanya, ia terus berjuang. Ia menggiggit kain yang berada di sisi nya hingga gigi gemeletuk. Ia pejam kan mata, sakit tiada terkira. Dalam bayangan nya, ia kan pergi jauh, jauh kealam yang telah Allah janjikan pada setiap manusia yang hidup.

Rian menggenggam tangan Riska , memberikan semangat agar tegar, dan Dewi di sebelah nya, juga menemani. Saat Riska mengerang kesakitan, saat air mata berderai, saat segala doa telah terpanjat kan, dan saat mereka pasrah akan kehendak Tuhan, tiba tiba Dewi jatuh pingsan. Ia tak kuat menahan, resah berserta ketakutan, dan kalut akan kehilangan. Ia pun ikut terkulai.

Riska mengerang tuk keberapa kalinya, Rian panic menatap keduanya. Suster menggotong tubuh Dewi. Tak lama kemudian Riska berhasil melahirkan dengan sempurna.

Terdengar jeritan bayi, Rian merasakan kebahagiaan yang amat sangat sebagai seoarang ayah. Ia mencium kening Riska, sambil tak putus bibir nya bertasbih , mengucap syukur atas kebesaran Nya.

“Selamat, bayi anda lelaki” ucap sang suster. Kembali Rian mengecup kening Riska, yang menyunggingkan senyum. Riska merasa, tiada beban dan rasa sakit setelah ia mengeluarkan bayinya itu. Semua telah pergi, lenyap saat itu juga. Walau berderai, ia tetap bertasbih. Ia pasrah jika ia saat itu harus pergi, meninggalkan semua.

Tak lama kemudian, seorang dokter memeriksa tubuh Dewi. Dewi yang masih terbaring lesu, yang masih membayangkan Riska bergelut dengan maut, ingin segera bangkit dari ranjang . Setelah Dokter itu memeriksa tubuh serta perut Dewi, lalu ia tersenyum. Dewi mengernyitkan dahi. Heran dengan senyuman dokter yang sambil menatap nya. Rian datang pada tepat waktu, sambil mengabarkan bayi yang telah selamat di lahirkan.

“ Selamat. Anda calon bapak.” Ucap sang dokter , sambil menyalami Rian. Rian bengong, sambil menatap bahagia istrinya.

“Jadi…..istri saya……”. Rian menelan ludah, ”istri saya tengah mengandung , Dok?.” tanya Rian gagap. Dokter itu mengangguk pelan.

“Subbhanallah, Engkau memang maha mendengar, ya Allah. Terima kasih atas segala kebahagiaan yang tak terkata ini. Terima kasih ya allah.” Rian bersujud saat itu juga, air mata kembali berderai, berderai karena bahagia. Sementara Dewi, ia juga merasa tak percaya, bahwa doa yang telah di panjatkan hari-hari nya, kini berbuah surga. Mereka berdua berpelukan, saling menyeka air mata, dan tersenyum bahagia.

Dewi turun dari ranjang rumah sakit, ia dan suami beranjak ke kamar sebelah, di mana Riska tengah membopong buah hatinya tuk pertama kali. Riska tersenyum menyambut mereka berdua. Dewi menghambur, memeluk Riska dan bayinya, sambil mengabarkan tentang dirinya, yang kini pula tengah berbadan dua. “Allah menyimpan rahasia ini untuk kita Dik”. Ucap Dewi parau. Ia mencium kening Riska dan bayinya.

Tiga bulan berlalu, saat Rian membawa Riska ke dokter, kembali kabar bahagia menyapa. Itu karena kangker yang menggerogoti kepalanya, kini telah tiada, sungguh hal yang tiada terduga. *********


Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    0 Comments