Cerpen Cinta Remaja Sedih : Saat cinta berkata Bagian 4

Share :
Cerpen Cinta Remaja Sedih : Saat cinta berkata Bagian 4 kali ini udah cerpen yang keempat, tentunya cerpen ini makin seru lho....kalo kamu penasaran dengan cerpen ini langsung di baca aja





Aryan sendiri di sudut sekolah itu. Sahabatnya sedang berkumpul di pinggir ruang besar yang sedang mengumumkan kelulusan tahun ini. Kepala sekolah mereka sedang berpidato dan suaranya terdengar jelas oleh Aryan. Kata-kata beliau sungguh membuat Aryan ingin bergabung bersama temannya. Kemudian dengan berakhirnya pidato seluruh siswa yang berkumpul gelisah tadi bersorak sorai. Ternyata tahun ini tingkat kelulusan SMA itu kembali seratus persen.

Para siswa tadi berhamburan ketengah lapangan. Sebagian dari mereka merayakannya dengan kegembiraan yang biasa, walau ada yang sedikit berlebihan. Aryan pun juga ikut tersenyum melihat geng-nya melompat-lompat girang. Jo melakukan sujud syukur di dekat tiang bendera, itu dulu adalah tempat dia menjalani “hukuman dijemur”-nya, hampir setiap hari. Tapi geng Fikri tak lupa dengan janji mereka pada Aryan. Mereka tetap berjaga menunggu Elda.

Para orangtua siswa berjalan keluar ruangan dengan langkah yang ringan. Kecuali ayah Elda dengan wajah marahnya. Beliau berjalan dengan cepat dan tanpa mempedulikan orangtua yang lainnya. Elda yang dari tadi menunggu di pojok lain sekolah itu, didekati ayahnya. Terlihat ayahnya marah-marah memegang kertas hasil kelulusan dan nilai Elda. Kertas itu dilemparnya ke wajah Elda, kemudian beliau berbalik meninggalkan Elda. Aryan dari kejauhan tak bisa melihat jelas ekspresi wajah Elda.

Fikri memberi aba-aba kepada temannya. Mencegah Elda mengikuti ayahnya dan mengajaknya kearah Aryan. Elda bingung apa yang di-inginkan Fikri. Dia sebenarnya ingin menolak ajakan itu, tapi tenaganya untuk ber-argumen telah habis. Aryan mempersiapkan dirinya, dia menarik nafas panjang lalu menghembusnya perlahan..

***

Elda terhenti karena dia melihat Aryan. Fikri meyakinkan Elda, meski Elda terlihat menggelengkan kepalanya. Fikri terpaksa memegang pergelangan tangan Elda dan menariknya pelan, Elda terlihat enggan. Tapi langkahnya terus berjalan mendekati Aryan. Hingga kini Aryan dan Elda berhadapan, Fikri melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi tanpa disadari Aryan dan Elda, Fikri berhenti di samping dinding luar. Fikri ingin mendengarkan percakapan mereka, dia tak mampu menahan rasa penasarannya.

“ada apa Yan?” Elda berusaha mengendalikan nafas dan perasaannya.

“aku mau ngomong bentar ma kamu, nggak bakal lama kok” Aryan tersenyum.

“aku tahu, karena itu langsung aja” kata Elda ketus.

“ya.. ya.. Kamu memang berhak marah padaku El. Bahkan aku berharap kamu bisa membenci aku lebih dari ini. Tapi coba dengar dulu, aku tak pernah marah pada apapun yang pernah kau lakukan. Tak usah kau merasa bersalah, jangan sia-siakan waktumu memikirkan aku.” Aryan mencoba tersenyum lagi, tapi gagal. Dadanya bergemuruh hebat, keringat dinginnya keluar dan dia ingin memaki dirinya sendiri. Aryan masih sangat menyayangi Elda.

Reaksi Elda hanya diam. Dia menundukkan wajahnya dan tak mampu menatap wajah Aryan. Karena melihat reaksi  Elda hanya begitu, Aryan menambahkan kata-kata pahitnya.

“pergilah El, aku yang sekarang sudah jauh berbeda.”  Kata aryan gemetar. Elda mengangkat wajahnya dan menatap Aryan. Matanya sudah berlinang.

“kau memanggilku hanya untuk mengatakan ini?. kau tak berubah Yan, kau masih belum bisa berbohong dengan baik. SEKARANG AKU MAU KAMU JUJUR, apa mau mu sebenarnya?. apa sayangmu masih a..” kata Elda, tapi Aryan langsung memotongnya.

DIAAAM!!” teriak Aryan, Elda tersentak. “Aku tau kemaren-kemaren kau masih memikirkan aku El, karena itu aku hanya ingin kamu nggak sedih lagi. Sekarang kau sudah lulus dan kau akan merantau untuk melanjutkan sekolahmu. PERGILAH…El”. Aryan sekuat tenaga menahan tangisnya. Dia tak bisa mendengar kata-kata Elda lebih dari ini.

Gitu ya?... itu rasa yang kau rasakan? kenapa kau nggak mau jujur Yan? aku nggak lulus Yan... seratus persen kata kepala sekolah hanya kebohongan. SEKARANG, BIAR AKU YANG JUJUR, aku ingin selalu dekat kamu, Yan” Elda tak mampu menahan air matanya, dia menangis. Aryan tertegun dan semakin serba salah. Fikri yang dari tadi mendengarkan ikut terkejut.

Elda... kau... makin membuatku kecewa. LIHAT AKU EL... Sekarang aku hanya pemuda cacat. Aku ini tak berguna. SUDAH berat aku menerima kenyataan bahwa aku tak bisa lagi membantu temanku. Tak bisa berlari dan bermain musik bersama mereka. Sekarang kau membuatku lebih terbebani.” Aryan terisak. Elda mendekati Aryan.

“Kemungkinan aku bisa jalan lagi hampir nggak ada. LALU KAU MASIH INGIN DI SISIKU?. Kau tahu impianmu adalah menjadi wanita karir yang sempurna, dan tak malukah kau memilih lelaki cacat seperti aku ini?. Kita masih muda El. Ku mohon El, jangan tambah derita ini...” tangis aryan memecah sunyi lorong itu.

Elda mendekati Aryan yang terus menghapus air matanya. Lalu Elda merangkul Aryan erat, dan menangis dibahunya. Aryan tak bisa membohongi tubuhnya, dia ingin sekali saja memeluk elda. “cukup Yan, cukup...aku dah ngerti...nggak usah bicara lagi..”  Elda menenangkan Aryan.

Mereka berdua melepas gelisah dalam peluk yang sederhana. Mereka berbicara dengan kata bisu tanpa suara. Dengan peluknya Elda menyatakan bahwa dia menerima Aryan apa adanya, “tenanglah aryan”. Dan dengan peluknya Aryan menyatakan terima kasihnya. Mereka berdua menyadari ini adalah cinta. Sebuah rasa yang tak mengenal usia bahkan kecacatan yang dimiliki seseorang sekalipun.

Fikri menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia terhenyak, inikah alasan mengapa sikap Aryan berubah?. Mengapa dia sempat marah pada Aryan?. Bukankah perasaan Aryan memang selalu lembut selama ini?. Fikri menggigit kuku jarinya. Dia menahan rasa bersalah yang besar pada sahabatnya itu.

Tapi kemudian Fikri tersentak kaget kembali. Ayah elda datang kearah mereka dengan cepat. Tampaknya Jo dan teman-teman yang lain gagal menahan ayah Elda di parkiran. Fikri panik dan putus asa karena ayah Elda telah melihat Elda dan Aryan. Fikri mencoba menghalangi dan mencoba menjelaskannya. Tapi ayah Elda tak peduli dan mendorong tubuh Fikri. Mata ayah Elda memerah menahan amarah.

DISINI KAU RUPANYA ELDA...” suara ayahnya menggelegar. Elda dan Aryan melepas pelukan mereka. Wajah mereka kaget. Ini adalah situasi yang tidak mereka perkirakan...


(bersambung, lagi-lagi dan lagi..)

Sumber :Kumpulan cerpen Dan Puisi
^^.V
-olx-

Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    0 Comments