Cerpen : PERANG KECOAK

Share :
Cerpen : PERANG KECOAK
kresek....kresek krrssek.. tap taap taap, weeeng tap tap.
"Kecoaaaaaaaaaaaaaaak!!! Mbak Diiiin....!"
aku lompat menjauhi binatang yang sekerabat dengan spesies serangga yang kecil, ya masih terlampau besar sih jika dibandingkan dengan semut. ia masih memburu aku, segera kusabet sapu pembersih tempat tidur lalu kucari dia, setelah kutemukan langsung kupukulkan pada kecoak itu.
tap.. tap taap... "Kena kau...!!" gertakku marah dan kubuang jasad hewan menjengkelkan yang kejang-kejang mirip orang ayan itu lewat jendela kamarku.
"Maaf ya Allah, aku telah menganiaya makhlukMu, tapi aku tidak tahan selalu diteror, ampuni aku ya Allah..." ratapku masih duduk diatas ranjangku.

“Ada apa sih, Von? Malam-malam begini ramai aja! Kamu tahu ini jam berapa?! Ini sduah jam 12 malam tauk! Daah kuliah masih aja penakut!!” berondong cewek yang tadi kupanggil namanya. Uuh... bukannya tanya baik-baik, justru malah bikin tambah kesel, mulutku monyong dan mataku melotot padanya, nggak punya perasaan ...........!! mendingan dia nggak ada juga, rutukku. Eh, ternyata pergi juga, huh langsung aku tidur n’ mencoba nglupain hal yang tadi terjadi.

***

“Mbak Ivon...! nanti jam 10 ada rapat BEM di gedung fakultas,” seru Vita dari kejauhan. “Kamu ikut nggak?” Tanyaku setengah berteriak pada gadis yang mulai berjalan mendekat padaku. “Nggak bisa! Aku ada janji! Dengan Andi..,” kata terakhir dia ucapkan lirih dengan memperjelas pola mulutnya, itu berarti mau jalan dengan pacarnya. Yup hari ini sendirian lagi deh meeting, batinku sambil melambaikan tangan pada Vita.

“Saudara-saudara hari ini kita ujian, sesuai dengan kesepakatan minggu kemarin, silahkan kumpulkan buku anda di depan.” Sudah zaman heboh gini ujian teteup aja seperti zaman baheula, mana kalau ngajar juga sistim ceramah, bikin ngantuk plus kalo’ujian, jawabannya harus n’ kudu ngeplek dengan buku catatan atau buku cetak wajib. Benar-benar bikin suntuk!!

“Von, kamu dipanggil pak Yudi tuh!”
“Eh, ada apa , Pak?” (oh, lagi diabsen to! Bilang dong!)
“kenapa sih, kok ngelamun, belum belajar ya...? tenaaang, aku udah buat catcil, nih..”, Putri mulai dengan aktivitas contekannya.
“Ah, gak usah deh, aku lagi gak mood nih” (oo... jadi biasanya tetup nyontek ya..?)
“Walah masak nyontek mood-moodan, kalo’ ada masalah, tell me dong..., gini, gini juga aku ahli psikologi. Mau masalah cinta, keluarga, sekolah uuuhh tutup deh! Asalkan jangan masalah keuangan ye..! (itu sih urusan bank n’ bang kumis kalo’ banyak utang ama dia)

“Eh, kamu yang pakai baju merah jangan berisik!! Cepat kerjakan!!!”
“Pak Yudi mulai lagi deh, dasar dosen killer! Ih,ih.. amit-amit.” Putri jadi dongkol, aku hanya geleng-geleng melihatnaya juga melihat soal-soall filsafat yang semakin runyam, ingin tidur saja rasanya. Ah, jadi ingat kecoak yang meneror tadi malam, sungguh seru berburu kecoak daripada ngerjain nih soal. Ada kecoak nggak ya disini? Lalu mataku pas beradu pandang dengan pak Yudi yang melotot. Setelah kupandangkan mataku ke seluruh sudut tembok kelas ini, apakah pak Yudi satunya? (Ups! Kuwalat lho, ngatain dosen!)

“Eh, Put ikut aku yuk, rapat,” pintaku pada Putri setelah ujian selesai.
“Oh, jadi dari tadi kamu hanya mikirin teman buat rapat ya?”
“Putri…kamu mau nggak sih?!”, aku jadi sewot.
“Iya! Iya… uh gitu aja mrengut,”Putri menggaruk kepalanya yang ditutup kerudung warna oranye, lalu mengekor di belakangku.

****

“Pak, usulan dari kami bahwa fasilitas untuk fakultas Kependidikan kurang sekali, untuk itu perlu dilengkapi. Dan perlu diadakan studi banding dengan uviversitas lain, agar kualitasnya semakin meningkat, bla bla bla..(maklum panjang banget penjelasannya, jadi dicut takut ngantuk yang lagi baca).

“Ya, saya paham kalau fasilitas kita kurang, tetapi ini juga dikarenakan dana yang terbatas.” Gimana nggak terbatas, emang selalu dibatasi bapak sendiri kale.. gumamku (kok, jadi suudzon).
“Maaf, pak, saya kira yang harus dibenahi hanya manajemen organisasinya, karena selama ini dana dari kampus untuk kegiatan mahasiswa, khususnya BEM sudah cukup. Mungkin… seharusnya bagi ketua BEM masing-masing fakultas harus pandai-pandai mengutamakan kegiatan mana yang dianggap penting dan didahulukan serta krestifnya mencari dana sponsor,” seloroh Panji (hoi..yang baca pada ngantuk ya..) tentu aja fak-nya situ sudah lengkap, so bisa ngomong gitu, coba kalau di posisi aku (uh uh uh marah niye…)

“Baiklah, cukup sekian, rapat bersama Pembantu Rektor kali ini. Semua usulan dan permintaan tiap fakultas akan kami pertimbangkan…” bapak Dekan menutup rapat.
Dan byuur..lengkaplah sudah kekesalanku hari ini. Aku sellau terpojok dan merasa diteror, memang terror manusia lebih mencekik daripada kecoak (kecoak? Lagi-lagi kecoak deh)
“Betulkan…yang kubilang tadi? Maaf jika agak menyinggungmu, seharusnya kamu lebih maksimal dalam memimpin teman-teman di fakultas, sehingga tidak cenderuung dihegemoni olehmu sendiri,” panji mulai mensejajari langkahku dengan nasehat-nasehatnya. Huh, nasehat? Nggak salah tuh, itu namanya pelecehan! Emangnya aku ……….. aaarrrghh. Aku diam.
“Oh iya, kalau butuh buku manajemen organisasi aku punya tuh, banyak! Yuk duluan hehehe…,” Panji berjalan mendahului aku dan putri.
“Uh, sombongnya, kayak dia aja yang paling pinter, sok gurui lagi, iya ‘kan, Put?”
“Eh, Iya ya dia emang paling pinter, cakep lagi,” jawab Putri yang masih tidak berkedip melihat sosok Panji, huh… emang nggak bener.
“Oh, jadi kamu juga bela dia nih, ceritanya?! Bagus ya, aku duluan kalau gitu!, rutukku kesal.
“Eh, eh, Von...!! tunggu Von...!” tak kuhiraukan teriakan Putri, sambil setengah berlari kuberdo’a jangan ada mendung di mata ini.

***

“Makanya, punya pacar dong! Biar nggak sutris, masa masih muda kerjaannya ngurus umat melulu, urus dirimu sendiri. Refreshing kek, ke salon or berlibur ke kebun binatang, yah... pokoknya menghibur diri, gitchu loh!”, mbak Din mulai lagi dengan mentoring yang sama, jika aku sudah mengeluh soal kul, organisasi n’ gaya hidupku yang selalu membebaniku.

Aku akui mbak Din seorang yang gaul, punya intelegensi n’ krestivitas yang tinggi, ia seorang anggota senat mahasiswa yang cerdas, dan dapat gandengan anak rektor yang cakep n’ smart gitu deh .. n’ satu lagi, Mbak Din punya hobi ke salon, bisa dibayangin make-upnya seperti apa, mandi spa tiga kali seminggu. Wah wah...kayak bintang sinetron kuliahan di TV yang wah n’ ideal banget.

Tapi, apa bener, kudu punya pacar resepnya? Nggak salah tuh? Yang lainnya mungkin bisa, but, untuk yang satu ini, nggak deh....! deket ama cowok aja kudu minggat (kenapa? Bau badan or bau mulut?), kecuali dengan cowok satu-satunya, yo! Ya papa…, siapa lagi.

“Von! Ingat malam ini jangan ganggu aku dengan teriakan kecoakmu, besok aku ada ujian! Lagian salahmu sendiri, kamar nggak pernah bersih, apalagi jika kecoakmu sampai hijrah ke kamarku! Aku adukan ke papa, pas bulan depan papa kesini!!, “ mbak Din terus ngoceh. Ah…malas banget, sembari kututup telinga dengan bantal.

Kubayangkan papa n’ mama yang selalu menyayangiku, tiada beban, ah… aku rindu mereka. Sejak kul, aku hidup bersama dengan mbak Din, dengan rumah yang dibeli papa, karena papa nggak pengen aku kost. Seandainya aku tetep di rumah, kul di kota kelahiranku, pasti nggak begini deh jadinya. Ah… mengapa kecoak itu nggak ada ya..?(lho, kok jadi kangen) pasti asyik bisa kejar-kejaran dengannya n’ bisa ganggu mbak Din.

***

Pkoknya, hari ini aku akan mencoba sekuat hati ‘tuk istiqomah membangun diri, yup! Bersemangat! Bersemangat! Berusaha untuk bangkit, bukankah Panji kemarin mau meminjamkan bukunya untukku, kenapa tidak? Selama untuk tujuan dakwah di organisasi boleh juga, ‘kan?, aku senyum-senyum sendiri menapaki tangga kampus.

“Hai, Von!”, putri nongol dengan senyum-senyum, kayak abis dapat arisan aja.
“Assalamu’alaikum, Put!”
“Eh, oh, wa’alaikum salam, sorry reflek n’ karena ada something important for you, so buru-buru deh.”
“Apaan sih? Nggak biasanya pagi-pagi gini kamu ngoceh, abis sarapan pisang, ya?”, godaku.
“Uh, bukan lagi! Ini super heboh tauk! Kalo’ you gak mau boleh diwakilkan padaku, hehehe…”
“Oo..rapat lagi ya…”,tebakku, karena pakai acara perwakilan segala, seprti DPR yang bukan jadi Dewan Perwakilan Rakyat malah jadi Dewan Penjara Rakyat.
“Bukan…! Kamu pasti kaget deh. Nanti jam setengah dua belas yu ditunggu Panji di kelas ini, tepatnya pulang kul nanti,” seru Putri berapi-api.
“Ayo...what’s happen with you, Von? Kok udah janjian segala,” aku Cuma bengong.
“Aku aja nggak ngerti, ngapain Tanya-tanya gitu, kita lihat aja nanti, apa sih mau tuh anah,” harapanku ‘tuk pinjam buku padanya memudar. Apa dia mau adu sombong lagi ya, batinku dengan mengumpulkan gigi atas dengan gigi bawah sembari menarik napas panjang (seperti mau perang).

Aku merasa bego juga jika mau menunggu cowok sombong itu. Uh, entar ke geer-an lagi. Ini dah pukul 12.35, lewat lima menit dari yang dijanjikan dan kelas ini dah sepi enam menit yang lalu, so total waktu menunggu berapa menit? Hayo tebak! (bodoh amat mau nebak!).

“Put, mau pulang aja, yuk! Aku lapar nih,” ajakku sambil dengan malas kumainkan bolpen ‘tuk menggambar sosok kartun kesukaanku, Inuyasha. “Put!kamu dengar nggak,sih,” kucoba mengulang pernyataanku, eh, nggak ada jawaban n’ malah tampak sesosok yang sangat kukenal sebagai rivalku dalam berargumen setiap rapat BEM. Dengan khas celana jeansnya n’ kemeja kotak-kotak warna biru n’ yah … sedikit rambut gondrong. Tap tap tap, hentakan sepatu impornya beradu dengan lantai kelas seiring dengan egupan jantungku menatap matanya yang hampir mirip drakula, wa wa wa…
“Aku pengen ngomong ama kamu, n’ ini aku nggak mau basa-basi,” Panji mulai ngomong tetep dengan gaya sangarnya, ini juga dah ngomong, batinku tanpa melihat ke arahnya.

“Aku selama ini nggak bisa tidur.” (banyak nyamuk kale...)
“Aku juga nggak enak makan.” (pilih menu yang cocok dong!)
“belajar nggak nyambung!” (emangnya kabel apa, nyambung-nyambung)
“Kamu tahu kenapa?!”

Eh.. si Panji Tanya, tuh. EGP (emang gue pikirin), katanya basa-basi, ini sih lebih dari basa –basi. Nggak biasanya ngomong nggak sistematis gitu, jengkel banget jadinya.
“Karena, kamu!! Ini semua karena kamu!!”
Ucapan Panji seolah menjatuhkanku dari bumi, entah sekarang aku berada dimana. Enak aja nuduh orang n’ nyelahkan orang.
“Kok, bisa aku, emangnya selama ini aku suka ganggu kamu tidur, or sering ngrebut menu makanmu, lagian kalo’ belajarmu nggak nyambung, ya jelas lah! Lha kita beda fakultas, aneh!! (uh, polos banget deh lu!)

“Kamu , pinter-pinter bego juga , ya!”
“Enak aja bilang aku bego,” sungutku berang.
“I L… U (disendor aja kale ya…) aku ingin kamu jadi pacarku!!!”
Toeeng-toeeng!! Nggak salah tuh, maksa lagi. Aaah dasar aneh, lalu kuperhatikan wajah di depanku itu tetap dengan congkaknya, sekilas mirip hewan penghuni kamarku.
“Kecoak…!!,” teriakku, lalu kuambil buku-buku tebal dan kupukulkan ke kepalanya, seperti kupukul kecoak pada hari-hari yang lalu.
“Bruk, bruk!!! Rasain!! Dasar kecoak…!! (perhatian…adegan diatas boleh dilakukan, jika ada laki-laki yang mencoba merayu anda!!) lega rasanya bisa mukulin kecoak lagi, kuharap bisa mukulin kecoak-kecoak lain yang EGPBGT (Emang Gombal Pol Banget) macam Panji, Fiuhhh

Daftar Isi [Tutup]

    Reaksi:
    Newer
    Older

    1 Comments

    Shinichi said…
    hahhaha
    lucu lucu gan.., :D